“...hidup dalam cengkeraman
hegemoni barat membuat banyak orang silau. Umat Islam saat ini mengidap
penyakit yang disebut Inferiority Complex Syndrome, terinfeksi oleh worldview
barat yang sekular dan liberal. Salah satu virus lain adalah relativisme, virus
ganas yang tidak hanya menyerang orang awam akan tetapi juga menyerang kalangan
akademisi dan cendekiawan muslim.”
.
“...dari virus
ini lahirlah sikap keraguan (skeptis) dan berpandangan bahwa kebenaran yang
absolut tidak dapat dan tidak mungkin untuk diketahui (agnnostik). Paham-paham
seperti sekularisme, pluralisme agama, liberalisme dan feminisme ternyata
akarnya adalah paham relativisme.”
.
Tarim, Hadhramaut
(02/08) Dept. Pendidikan Asosiasi Mahasiswa Indonesia (AMI) Al-Ahgaff kembali
menggelar FORDIS untuk yang ketiga kalinya dengan bertemakan, “Paham
Relativisme; Virus Ganas Perusak Iman” di Mushalla Bawah, Apartemen Mabna Sakan
Dakhiley , Sharea and Law Faculty, Al Ahgaff University, Tareem, Hadhramaut,
Yemen.
.
Firma sang
moderator, salah satu mahasiswa tingkat empat dari fakultas Syariah memimpin
keberlangsungan acara hingga akhir termin. Pada kesempatan kali ini, hadir
sebagai narasumber yang sekaligus adalah sang pemakalah, Sdr. Ahmad Dimyati NA
yang juga adalah salah satu mahasiswa tingkat empat dari fakultas Syariah.
.
Presentasi
diplomatis yang cukup memukau, ia mengupas paham relativisme dengan sangat
detail mulai dari definisi, akar, sejarah, perkembangannya, golongannya seperti
“al’indiyyah, al-Laa Adriyyah dan al-inaadiyyah”.
.
Kemudian dari
spektrum aliran-alirannya seperti “Relativisme Etika, Relativisme Budaya dan
Relativisme Agama”. Beberapa tokoh pemikir kontemporer, pengusung paham
relativisme ia sebutkan seperti : Nasr Hamid Abu Zayd, Nur Cholish Majid, M.
Amin Abdullah, Syafi’i Ma’arif dan beberapa Doktor UIN jebolan Australia.
.
Selanjutnya ia
memaparkan betapa bahayanya virus ini. Banyak slogan-slogan yang aromanya
seperti Islami, tapi sejatinya malah menjebak dan menyesatkan. Seperti
“Kebenaran itu relatif, Kebenaran yang Hakiki Hanya Milik Allah, Tidak Ada
Kebenaran yang Mutlak, dll.”
.
Dari bahaya yang
ada, virus ini berdampak lebih lanjut ke arah penggrogotan keimanan seseorang,
mempengaruhi metodologi studi keilmuan, serta anti otoritas. Semua dimulai
menjadikan seseorang ragu terhadap kepastian iman yang final, menawarkan sikap
netral agama, serta membongkar segala perbedaan, bahkan ushul dan furu’
dinafikan.
.
Para ulama Islam
sejak dulu sudah menolak paham shofisme yang telah lama muncul sejak tahun 550
SM dari sophist Yunani yang dewasa ini dikembangkan dan dikenal dengan paham
relativisme. Diantaranya adalah Abu Bakar Muhammad ibnul Arabi al-Maliki dalam
karyanya al-‘Awashim min al-Qawashim, Imam Nasafi dalam kitabnya al-‘Aqa’id
al-Nasafiyyah, dan juga Imam al-Taftazani.
.
Di Indonesia pada
abad ke 17, ada Syeikh Nuruddin Muhammad Jailani al-Raniri dari kerajaan
Nangroe Aceh Darussalam al-Raniri, ulama produktif yang telah menulis lebih
dari 25 kitab, dan diantaranya ada kitab Durru al-Faraid bi Syarhi al-‘Aqaid
yang mengupas akidah umat Islam khususnya tentang asas-asas keyakinan dan
metafisika, filsafat ilmu serta menyibak kesesatan golongan sofis.
.
Di akhir
presentasi ia menarik kesimpulan, bahwa pertarungan antara yang haq dan bathil
tidak akan pernah selesai. Pilihan kita hanya dua, berada di barisan pembela
yang haq maka kita akan selamat, atau malah berada di barisan pembela yang
bathil maka kita akan celaka.
.
Sebagaimana
dokter wajib mempelajari ilmu tentang pengobatan sekaligus ilmu tentang tentang
penyakitnya, begitu juga para ulama, juga harus mempelajari penyakit-penyakit
yang sedang melanda para umat manusia yang ada. Seperti Imam al-Ghazali yang
menguasai ilmu filsafat dan aliran al-Bathiniyyah. Agar kita tidak hanya
menjadi penonton di area pertandingan pemikiran yang dahsyat, atau hanya
membidik panah dengan mata terpejam karena ingin men-counter dan mengkritik
suatu pemikiran tanpa menguasai terlebih dahulu pemikiran tersebut.
.
Acara diakhiri
dengan beberapa pertanyaan ringan, dan tanggapan dari beberapa senior, serta
ditutup oleh Hb. Haidar as-Segaf. (Red/Maulana)
0 Comments